Welcome to My Website

Jumat, 28 Maret 2014

Batuan metamorf

Pengertian batuan metamorf/malihan


Batuan metamorf adalah batuan yang mengalami perubahan mineralogi dan struktur akibat proses metamorfisme yang dipengaruhi perubahan temperatur dan tekanan, dan terjadi langsung dari fase padat tanpa melalui fase cair. Batuan metamorf disebut juga batuan malihan, karena terjadi akibat adanya perubahan kumpulan mineral dan tekstur batuan dan dibedakan dengan proses diagenesa dan proses pelapukan yang juga merupakan proses perubahan. Faktor utama dalam proses perubahan ini adalah perubahan suhu dan tekanan yang tinggi, diatas 200°C dan 300 Mpa dan dalam keadaan padat. Sedangkan proses diagenesa berlangsung pada suhu dibawah 200°C dan proses pelapukan pada suhu dan tekanan jauh dibawahnya, dalam lingkungan atmosfer.

Proses metamorfosa adalah perubahan kumpulan mineral dan tekstur batuan dalam keadaan (fasa) padat (solid state) pada suhu diatas 200°C dan tekanan 300 Mpa. Pembentukkan batuan metamorfosa sangat kompleks, akibat pergerakkan lempeng-lempeng tektonik dan tumbukan fragmen-fragmen kerak bumi, sehingga batuan terkoyak, tertarik (extended), terlipat, terpanaskan dan berubah.

Hasil dari metamorfisme tergantung pada komposisi batuan asal dan kondisi metamorfisis. Komposisi kimia batuan asal sangat mempengaruhi pembentukkan himpunan mineral baru, demikian pula dengan suhu dan tekanan.

Tipe-Tipe Metamorfosa/Metamorfisme batuan metamorf


Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Metamorfosa regional / dinamothermal

Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).

Metamorfosa Orogenik

Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun lalu.

Metamorfosa Burial

Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida.

Metamorfosa Dasar dan Samudera

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.

2. Metamorfosa Lokal

Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi :

Metamorfosa Kontak

Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.

Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.

Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.

Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik

Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, atau milonit.

Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme

Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.

Metamorfosa Impact

Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan pab\nas bumi (geothermal).

Metamorfosa Retrogade/Diaropteris

Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperature yang lebih rendah (Combs, 1961).
Kesinambungan metamorfisme kontak dengan mineral yang dikandungnya

Tempat terjadi metamorfisme

Struktur Batuan Metamorf 


Struktur batuan metamorf terdiri dari

1. Struktur foliasi, apabila pada batuan metamorf terlihat ada penjajaran mineral.
  • Struktur slaty cleavage, kesejajaran mineraloginya sangat halus, berukuran lempung, mineral pipih sangat dominan.
  • Struktur phylitic, sama dengan struktur slaty cleavage hanya saja mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
  • Struktur schistose, struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih lebih banyak dibanding mineral granular.
  • Struktur gneissic,struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
2. Struktur non-foliasi, apabila tidak terlihat adanya penjajaran mineral penyusun batuan metamorf.
  • Struktur hornfelsik, struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.
  • Struktur kataklastik, struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal.
  • Struktur milonitik, struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
  • Struktur pilonitik, struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
  • Struktur flaser, sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
  • Struktur augen, sama dengan struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari buir-butir feldspar dalam masa dasar yang lebih halus.
  • Struktur granulose, sama dengan struktur hornfelsik, hanya butiranya mempunyai ukuran beragam.
  • Struktur liniasi, struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarum atau fibrous.

Tekstur Batuan Metamorf


1. Tekstur kristoblastik
  • Porfiroblastik, identik dengan porfiritik pada batuan beku, terdapat porfiroblast (identik dengan fenokris pada batuan beku) dalam suatu masa dasar.
  • Granoblastik, butir-butir mineral berukaran seragam.
  • Lepidoblastik, mineral-mineral yang sejajar dan terarah adalah mineral-mineral pipih, misalnya biotit, muskovit, dll.
  • Nematoblastik, mineral-mineral yang sejajar dan terarah adalah mineral-mineral prismatik, amfibol, piroksen, dll.
  • Idioblastik, mineral-mineralnya euhedral.
  • Xenoblastik, mineral-mineralnya anhedral.
2. Tekstur Sisa/palimpset
  • Blastoporfiritik, sisa tekstur porfiritik batuan asal masih nampak.
  • Blastopsefit, sisa tekstur batuan sedimen yang berukuran butir lebih besar dari pasir masih nampak.
  • Blastopsamit, sisa tekstur batuan sedimen yang berukuran pasir masih nampak.
  • Blastopellit, sisa tekstur batuan sedimen yang berukuran lempung masih nampak.

Derajat Metamorfosa .

Derajat metamorfosa adalah suatu tingkatan metamorfosa yang didasarkan atas temperatur (T) atau tekanan (P) atau keduanya T dan P. Tabel dibawah ini adalah tingkatan batuan metamorf berdasarkan derajat metamorfosa.

Sumber:
  • http://ptbudie.wordpress.com/2012/04/02/proses-pembentukan-batuan-metamorf-serta-tipe-tipe-mitamorfisme/
  • Moch.Soleh.,1999; “Diktat Dasar Dasar Geologi Umum (kaitannya dengan genesa bahan galian)”; PPTP, Bandung.
  • Robert R.Compton., 1985; “ Geology in the Field”, John Wiley & Sons, New York.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar