Welcome to My Website

Kamis, 04 September 2014

Coal Bed Methane (CBM)

Batubara adalah batuan yang kaya karbon berasal dari bahan tumbuhan (gambut) yang terakumulasi di rawa-rawa dan kemudian terkubur bersamaan dengan terjadinya proses-proses geologi yang terjadi. Dengan meningkatnya kedalaman penguburan, bahan tanaman mengalami pembatubaraan dengan kompaksi / pemampatan, melepaskan zat fluida (air, karbon dioksida, hidrokarbon ringan, termasuk metana) karena mulai berubah menjadi batubara. Dengan pembatubaraan dengan pendekatan yang sedang berlangsung, batubara menjadi semakin diperkaya dengan karbon DNA terus mengusir zat terbang. Pembentukan metana dan hidrokarbon lain adalah hasil dari pematangan termal pada bara, dan mulai di sekitar “sub-bituminous A” untuk tahap tinggi mengandung bitumen “” peringkat C, dengan jumlah metan yang dihasilkan meningkat secara signifikan.




Batubara dangkal memiliki peringkat rendah dan mungkin belum menghasilkan metana dalam jumlah besar. Lebih dalam bara ini terkubur, maka akan mengalami tingkat pematangan yang lebih besar. Sehingga pembatubaraan tinggi akan menghasilkan kuantitas lebih banyak metan daripada batubara dangkal.

Beberapa metana dalam batubara mungkin telah dihasilkan oleh aktifitas bakteri metanogen. Gas biogenik dapat diproduksi di setiap saat sepanjang proses pembatubaraan dengan pendekatan jika hadir kondisi yang tepat.

Mengeluarkan gas metan pada batubara.


Gas metan tersimpan dalam batubara sebagai komponen gas yang teradsorpsi pada atau di dalam matriks batubara dan gas bebas dalam struktur micropore atau cleat lapisanbatubara. Gas ini berada di tempat tempat yg menjebaknya terutama karena adanya tekanan reservoir. Apabila kita dapat mengurangi tekanan reservoir ini, maka memungkinkan gas yang terperangkap akan dapat keluar dari micropore pada batubara ini.

Untuk mengeluarkan gas metan ini tentusaja harus mengurangi tekanan dengan mengalirkan seluruh fluida yang ada terutama air. Ya, air akan sangat banyak terdapat dalam sela-sela lapisan (cleat) juga micropore (porositas mikro) pada batubara ini.

Pada proses penambangan batubara, sering juga dijumapi air ini. Seringkali air membanjiri pada lubang-lubang pertambangan batubara. Dan tentusaja diikuti oleh keluarnya gas-gas metan. Itulah sebabnya seringkali terdengar adanya ledakan tambang yang merupakan akibat terbakarnya gas metan yang terakumulasi dilubang tambang.

Untuk mengurangi resiko ledakan terowongan tambang serta memanfaatkan gas metan yang keluar inilah maka ide CBM muncul sebagai solusi untuk dua hal yang saling berhubungan.

Dalam proses pengeluaran air inilah gas akan secara bersama-sama ikut terproduksi. Jumlah air yang terproduksi semakin lama semakin berkurang sedangkan jumlah gas yang ikut terproduksi bertambah. Proses ini disebut “dewatering“. Proses dewatering ini memakan waktu yang cukup lama bahkan hingga 3 tahun. Ya selama 3 tahun inilah masa-masa menunggu yang sangat melelahkan sekaligus masa deg-degan karena menunggu sebesarapabesar kapasitas produksi sumur ini.

Berbeda dengan proses produksi minyak dan gas konvensional dimana tekanan gas cukup besar sehingga gas akan keluar dahulu yang kemudian akan diikuti oleh air.

Dibawah ini perbandingan komposisi air dan gas pada proses pengurasan air hingga proses memproduksi gas.

Gambar Tahap produksi CBM




Tentusaja pada saat awal sumur ini dipompa hanya air yang diproduksi. Setelah tekanan pori-porinya berkurang maka akan keluarlah gasnya. Proses awal inilah yang memerlukan kesabaran, karena dapat memakan waktu hingga 3 tahun, bahkan mungkin 5 tahun masih akan memproduksi air.

Walaupun memakan waktu cukup lama, saat ketika memproduksi air ini akan tetap terproduksi gas metana walau dalam jumlah yang sangat kecil. Juga gas ini tentusaja memiliki tekanan yang sangat rendah. Bahkan sering diperlukan kompressor untuk mempompakan gas ke penampungan.

Perbedaan CBM dengan gas konvensional.



Gas konvensional memiliki tekanan cukup tinggi sehingga produksi awalnya sangat besar dengan sedikit atau bahkan tanpa air yang ikut terproduksi. Dengan tekanan yang seringkali sangat tinggi ini menjadikan gas ini dapat ditransfer melalui pipa tanpa perlu pompa. Gas konvensional berisi metana C1H4 dan komponen-komponen gas hidrokarbon lainnya, bahkan dapat juga mengandung gas butana atau bahkan pentana yang sering kali menghasilkan kondensat.

Gas CBM seringkali berada pada lapisan batubara yang dangkal, sehingga memiliki tekanan yang sangat rendah. Pada masa produksi awal justru hampir 100% air. Dengan tekanan rendah ini maka apabila akan mengalirkan gas ini memerlukan kompressor untuk mendorong ke penampungan gas. Isinya diatas 95% hanya metana. Gas lainnya sangat sedikit. Sehingga sering disebut drygas atau gas kering.

Porositas dan Luas Permukaan

Batubara merupakan suatu material yang bersifat porous. Dengan demikian porositasnya dan luas permukaannya (Manhajan dan Walker, 1978) memiliki pengaruh yang dapat dipertimbangkan terhadap perilaku selama penambangan, preparasi, dan penanganannya.



Walaupun porositas mempengaruhi laju difusi metan keluar dari batubara (dalam lapisan batubara), dan terdapat juga beberapa pengaruh selama preparasi batubara dalam arti pemindahan mineral matter, tetapi efek yang banyak berpengaruh dari porositas batubara adalah pada penanganan batubara. Sebagai contoh, selama proses konversi batubara, reaksi-reaksi kimiawi yang terjadi antara produk-produk gas (dan atau cairan) dan permukaan yang menonjol, banyak secara inheren di dalam sistim pori.

Sistim pori batubara yang dipertimbangkan pada umumnya bersifat mikroskopis dengan ukuran sekitar 100 Angstrom dan bersifat makroskopis dengan ukuran lebih besar dari 300 Angstrom (Gan et al. 1972; Mahajan dan Walker, 1978). Peneliti lain (Kalliat et al, 1981), yang menyertakan investigasi sinar-X terhadap porositas dalam batubara, telah mengajukan beberapa keraguan terhadap hipotesis ini dengan mengemukakan suatu usul yang mana data adalah tidak konsisten dengan saran bahwa pori-pori mempunyai diameter dalam beberapa ratus Angstrom tetapi mempunyai batasan akses dalam kaitan dengan bukaan-bukaan kecil yang mana mengeluarkan zat lemas atau nitrogen (dan unsur lainnya) pada temperatur rendah. Melainkan, suatu interpretasi yang mana merupakan penekanan terhadap luas permukaan yang besar yang diperoleh oleh hasil adsorbsi sebagai hasil dalam jumlah besar dari pori-pori dengan minimum dimensi pori tidak lebih besar dari ca. 30 Angstrom.

Ada juga suatu indikasi bahwa penyerapan molekul-molekul kecil, seperti methanol, padabatubara terjadi oleh mekanisme site-specific (Ramesh et al., 1992). Dalam kasus demikian, muncul penyerapan yang terjadi pertama kali pada high-energy sites tetapi dengan meningkatnya kontinuitas penyerapan adsorbat (e.g., methanol) untuk mengikat permukaan dibanding molekul-molekul polar lainnya dari spesis yang sama, dan ini adalah suatu bukti penyerapan terjadi baik secara kimia maupun penyerapan secara fisika. Ditambahkan, pada selubung penutup permukaan kurang dari suatu bentuk monolayer, muncul sebagai lapisan aktivasi terhadap proses penyerapan. Apakah ditemukan mempunyai konsekuensi atau tidak untuk studi luas permukaan dan distribusi pori tetap dapat dilihat. Tetapi fenomena dari aktivasi penutup permukaan adalah sangat menarik, yang mana juga memilki konsekuensi untuk interpretasi efek permukaan selama proses pembakaran. Sebagai salah satu sisi efek ini, studi penyerapan dari molekul-molekul kecil pada permukaan batubara adalah di klaim terhadap struktur copolymeric batubara (Milewska-Duda, 1991).

Porositas batubara berkurang dengan meningkatnya kandungan karbon (King dan Wilkins, 1944) dan mempunyai nilai minimum sekitar 89% karbon lalu diikuti dengan meningkatnya porositas. Ukuran pori-pori juga bervariasi dengan meningkatnya kandungan karbon (rank); sebagai contoh, macrospore selalu utama dalam batubara dengan kandungan karbon yang paling rendah (rank) sedangkan batubara dengan kandungan karbon yang paling tinggi utamanya merupakan microspore. Begitupun, volume pori, yang mana dapat dihitung dari hubungan

Vp = 1/pHg -1/pHe

Dimana pHg adalah density merkuri dan pHe adalah densiti helium, berkurang dengan kenaikan kadar karbon. Sebagai tambahan, luas permukaan batubara bervariasi antara 10 – 200 m2 / g dan begitupun kecenderungan berkurang dengan bertambahnya kandungan karbon.

Porositas dan luas permukaan adalah dua propertis batubara yang sangat penting pada proses gassifikasi batubara, ketika reaktivitas batubara meningkat sama sepertiketika porositas dan luas permukaan batubara meningkat. Begitupun, laju gassifikasi adalah lebih besar untuk batubara peringkat rendah daripada batubara peringkat tinggii.Porositas batubara dihitung dengan persamaan dari hubungan.

P = 100 pHg (1/pHg -1/pHe)

Dengan menentukan apparent density batubara dalam fluida yang berbeda, tetapi diketahui, dimensi, adalah mungkin untuk menghitung ukuran dari distribusi pori Bukaan volume pori (V), misalnya, volume pori dapat diakses untuk partikular fluida, dapat dihitung dari hubungan:

v = 1/pHg - 1/pa

Dimana pa adalah apparent density dalam fluida.

Distribusi ukuran dari pori di dalam batubara dapat ditentukan dengan cara membenamkan batubara di dalam larutan merkuri dan tekanan meningkat secara progressif. Efek tegangan permukaan mencegah merkuri dari memasuki pori-pori yang memiliki diameter adalah lebih kecil dari nilai d yang diberikan untuk tiap tekanan partikular p seperti itu bahwa

p = 4o cos0/d

Dimana o adalah tegangan permukaan fluida.

Berdasarkan jumlah merkuri yang masuk batubara untuk incremental dari tekanan, adalah mungkin untuk membentuk suatu gambaran distribusi ukuran (Van krevelen, 1957). Bagimanapun, total volume pori yang dihitung dengan metode ini adalah secara substansial kurang dari yang diturunkan dari densiti helium, dengan demikian memberikan suatu konsepbahwa batubara mengandung dua sistem pori: (1) sistim pori makro yang dapat diakses terhadap merkuri pada tekanan rendah dan (2) sistem pori mikro yang mana tidak dapat di akses oleh merkuri tetapi oleh helium. Dengan menggunakan cairan yang berbeda variasi ukuran molekulnya adalah mungkin untuk menentukan distribusi ukuran pori mikro. Bagaimanapun, aturan yang berperan tepat atau fungsi pori mikro sebagai bagian dari model struktur batubara adalah tidak dapat dipahami secara penuh, walaupun telah ditunjang bahwa batubara bertindak seperti suatu saringan molekular.

Batubara merupakan batuan sedimen nonklastik yang terdiri dari lebih dari 50% berat dan 70% volume material organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batuan sedimen nonklastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk oleh proses kimia, biologi atau biokimia pada permukaan bumi tanpa mengalami proses erosi dan pengendapan seperti batuan sedimen klastik dan selanjutnya mengalami proses penguburan, pengompakan dan diteruskan dengan coalifikasi ditunjukkan pada Gambar 1.

Coalifikasi merupakan proses transformasi material organik menjadi bentuk material organik yang lain yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Dari tumpukan material organik kemudian mengalami transformasi menjadipeat, lignite, sub-bituminious, bituminious, antrachite dangraphite, yang umumnya disebut tingkatan/rank batubara.Coalifikasi juga menghasilkan produk samping berupa air dan gas. Dari proses coalifikasi ini dapat diketahui bahwa semua batubara mengandung gas seperti ditunjukkan pada Gambar 2yang menyatakan hubungan volume pembentukan gas sebagai fungsi dari rank batubara. Gambar 2 juga menunjukkan bahwarank bituminious mempunyai volume pembentukan gas yang paling tinggi. Rank peat tidak dimasukkan dalam hubungan ini karena penguburan dan terbentuknya peat masih dekat dengan permukaan, sehingga gas yang dihasilkan langsung terbebaskan.

Coal rank (tingkatan batubara) berhubungan erat dengan reservoir CBM karena terbentuknya gas-gas dibawah permukaan terjadi selama proses coalifikasi. Methane, karbondioksida dan komponen batubara lainnya merupakan hasil proses ini. Tingkatan batubara yaitu :

· Lignite, berwarna hitam kecoklatan yang merupakan perubahan material tumbuhan yang kemudian akan menjadi peat, tapi tidak seperti batubara coklat.

· Bituminous, soft coal yang mudah terbakar.

· Anthracite, hard black coal dengan lebih dari 92% karbon.

Biasanya, tingkatan batubara meningkat sebanding dengan kedalaman karena batubara sangat sensitif terhadap temperatur, tekanan dan lamanya terkubur. Namun ada faktor lain yang mempengaruhi tingkatan batubara. Sehingga pada kedalaman yang sama bisa saja memiliki tingkatan yang berbeda. Tingkatan batubara yang komersial berada diantara sub-bituminous sammpai semi-antrachite karena umumnya memberikan kandungan gas yang optimum dan permeabilitas yang cukup untuk diproduksikan.

Maceral composition merupakan komponen organik mikroskopoik batubara, analog dengan mineral pada batuan. Ada tiga jenis utama maceral yaitu :

· Jenis vitrinite, berasal dari pembusukan jaringan kayu.

· Jenis exinite, berasal dari lapisan spora dan serbuk sari, kulit ari, damar dan jaringan lemak.

· Jenis inertinite, umumnya berasal dari karbonisasi parsial berbagai macam jaringan tumbuhan di rawa-rawa.(Rightmire C., et al.,1984)

Salah satu hasil dari prosese coalifikasi adalah Coal Bed Methane merupakan gas yang dihasilkan dan tersimpan pada lapisan batubara, Lapisan batubara yang disebut reservoir CBM merupakan lapisan batubara yang berada >500 m dibawah permukaan dan diproduksikan fluida reservoirnya dengan membuat suatu sumur. Untuk lapisan batubara <500>

Maka dari itu perlu diketahiu bagaimana kondisi reservoir CBM tersebut mulai porositas, permeabilitas, dan lain-lainya

Terbentuk dan terakumulasinya minyak dan gas dibawah permukaan harus memenuhi beberapa syarat yang merupakan unsur-unsur petroleum system yaitu adanya batuan sumber (source rock), migrasi hidrokarbon sebagai fungsi jarak dan waktu, batuan reservoir, perangkap reservoir dan batuan penutup (seal). Petroleum system pada reservoir CBM sama dengan reservoir migas konvensional namun karena lapisan batubara merupakan batuan sumber sekaligus sebagai reservoir, sehingga tidak memerlukan migrasi serta perangkap reservoir. Pada Tabel 1 ditunjukan beberapa perbedaan antara reservoir CBM dan reservoir gas konvensional.

Komponen reservoir CBM terdiri atas batuan reservoir, isi dari reservoir yang terdiri atas komponen utama yaitu gas alam sedangkan air sebagai komponen ikutan, batuan penutup (seal) reservoir dan kondisi reservoir. Reservoir CBM mempunyai porositas ganda.

Porositas merupakan total bagian volume batubara yang dapat ditemapti oleh air, helium atau molekul sejenisnya (GRI,1996). Pori-pori batubara dibagi ke dalam macropores (>500Å), mesopores (20 sampai 500 Å) dan microspores (8 sampai 20 Å). Macroporosity antara lain crack, cleat, fissure dan void in fusinite dsb. Macropore biasanya diisi oleh air dan gas bebas. Struktur micropore biasanya memiliki kapasitas aliran yang sangat rendah dan permeabilitas yang kecil (dalam range microdarcy), sebaliknya cleats memiliki kapasitas alir yang besar dan permeabilitas yang tinggi (dalam range milidarcy). Oleh karena itu, batubara dianggap material dengan sistem dual-porosity.

Permeabilitas merupakan kemampuan material untuk melewatkan fluida melalui medium porinya. Permeabilitas merupakan salah satu sifat fisik yang berperan penting untuk memroduksikan gas pada economical rate. Fluida di batubara yakni air dan gas mengalir melalui cleat dan rekahan. Cleatmerupakan rekahan vertikal yang terbentuk secara alami selama proses coalifikasi. Arahnya dikontrol oleh gaya tektonik. Cleat terbentuk oleh dua atau lebih set sub-paralel fracture yang arahnya tegak lurus lapisan (GRI,1996). Facecleat berhubungan dengan fracture yang dominan. Orientasi face cleat merupakan hasil gaya tektonik. Butt cleat biasanya tegak lurus face cleat.

Pada batubara, permeabilitas sangat jelas dan tergantung gaya. Gaya horizontal yang tegak lurus dengan face cleatyang terbuka akan menyebabkan pemeabilitas rendah. Ketika kondisi tegangan kecil, rekahan (fracture) alami akan terbuka dan memberikan permeabilitas untuk mengali melalui lapisan batuan. Lipatan dan patahan dapat menambah permeabilitas batubara melalui rekahan alami.

Selain itu, mineral yang mengisi cleat dapat mempengaruhi permeabilitas batubara. Mineral seperti calcite, pyrite, gypsum, kaolinite dan illite dapat mengisi cleat dan menyebabkan berkurangnya permeabilitas. Jika sebagian besar cleat terisi maka permeabilias absolut akan menjadi sangat rendah.

Adsorption isotherm didefinisikan sebagai kemampuan batubara untuk menyerapa gas methane dalam kondisi tekakan tertentu pada suhu konstan.adsorption isotherm di rumuskan oleh langmuir yang dikenal sebagai isothrem langmuir dengan persamaan untuk menghitung kemampuan menyerapa (sorption capacity) :

Oleh karena itu, sifat utama yang perlu diketahui pada reservoir CBM merupakan prosedur yang penting untuk menjelaskan bagaimana methane tersimpan di batubara, bagaimana methane bisa terlepas dan karakteristik alirannya. Pada dasarnya terdapat dua konsep dalam memahami CBM yaitu methane storage dan methane flow.

Penyimpanan Gas pada Reservoir CBM

Methane terdapat dalam batubara karena salah satu dari tiga tahap berikut yaitu : (a) Sebagai molekul yang terserap pada permukaan organik, (b) Sebagai gas bebas dalam pori atau rekahan, dan (c) Terlarut dilarutan dalam coalbed (Rightmire, C T et al., 1984). Namun, methane dalam jumlah besar terdapat dalam batubara terserap pada lapisan monomolecular dan hanya ada sedikit gas bebas yang berada pada cleat. Proses penyerapan ini dipengaruhi oleh tekanan, temperatur dan tingkatan batubara. Peningkatan tekanan dan tingkatan batubara dan penurunan temperatur, maka kapasitas metahne dalam batubara akan meningkat. Jadi umumnya lapisan batubara yang lebih dalam memiliki jumlah metahane yang lebih besar pada rank yang sama (gambar 2). selain itu, semakin tinggi rank maka kapasitas penyimpanan akan meningkat pula.

Jumlah methane yang dihasilkan dari proses perubahan dari peat menjadi anthracite lebih besar daripada kapasitas batubara untuk menyerapnya. Boyer dkk berkata “… jumlah methane (dan gas-gas yang lainnya) yang dihasilkan selama proses coalifikasiumumnya meleang bihi kapasitas penyimpanan batubara, dan kelebihan methane ini seringkali bermigrasi ke sekeliling lapisan. Contohnya, kandungan gas yan tertinggi untuk batubara anthracite di Amerika sebesar 21.6 m3/ton3, hanya sekitar 12% dari jumlah methane yang dihasilkan selama prosescoalifikasi secara teoritis”. Fakta ini dapat dijelaskan karena tekanan tekanannya saat ini telah berkurang banyak dibandingkan tekannanya saat terbentuk dan jumlah gas yang dihasilkan biasanya melebihi kapasitas penyerapan lapisan batubara.

Hubungan antara tekanan dan kapasitas batubara dapat dijelaskan menggunakan Langmuir’s Isoterm (gambar 3). Secara umum, kaspasitas batubara untuk menyerap gas berupa fungsi non-linear tekanan. Desorption isoterm menunjukkan kosentrasi gas yang terserap pada matriks abtubara berubah sebagai fungsi tekanan gas bebas di sistem cleat batubara. Oleh karena itu, ini menunjukkan hubungan antara aliran di sistem matriks dan aliran di sistem cleat. Hubungan non-linear didefinisikan dengan persamaan Langmuir.

Hasil lain dari proses coalifikasi adalah air. Air memiliki tempat yang penting dalam analisa CBM. Air dapat tersimpan dibatubara melalui dua cara, yaitu : (a) sebagai air yang terikat di matriks batubara dan (b) sebagai air bebas pada cleat. Matriks yang mengikat air tidak mobile dan menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam recovery methane dari batubara. Namu, air bebas pada cleat merupakan salah satu parameter yang penting dalam produksi methane. Air bebas bersifat mobile pada saturasi air yang tinggi (lebih besar dari 30%). Banyak endapan batubara merupakan sistem aquifer yang aktif dan saturasi airnya 100% pada cleat 

Mekanisme Perpindahan Gas Dalam Reservoir 

Dalam memproduksikan gas dari reservoir CBM, aliran methane mengalami tiga taha yaitu : (a) gas mengalir dari rekahan alami (b) gas terlepas dari permukaancleat dan (c) gas terdifusi melalui matriks menujucleat (GRI,1996).

Sebagian besar methane tersimpan di dalam matriks. Tetapi, tekanan dibatubara sangat rendah, fluida yang mengalir di system cleat adalah air dan dalam gas bebas jumlah yang kecil serta gas yang terlarut dalam air. Setelah proses dewatering, methane terlepas (tahap desorption) dari permukaan batubara. Desorption merupakan proses dimana molekul methane terlepas dari permukaan micropore matriks batubara dan masuk ke system cleat dimana berupa gas bebas (Setelah terlepas dari permukaan batubara, aliran methane di matriks mulai berpindah ke system cleatkarena perbedaan gradient konsentrasi gas di kedua zona tersebut (difusi). Difusi merupakan proses dimana aliran terjadi melalui pergerakan molekul secara acak dari daerah yang memiliki konsentrasi tinggi ke daerah yang konsentarsinya lebih rendah (GRI,1996).
Mekanisme Produksi Di Reservoir CBM



Produksi CBM melalui 3 tahap selama life-timenya. Kelakuannya sangat berbeda dari sumur gas konvensional. Profil produksi sumur CBM ditunjukkan pada Gambar 4. Selama tahap I, sumur CBM mengalami produksi air yang konstan dengan peningkatan produksi gas serta penurunan tekanan alir dasar sumur yang sangat rendah bahkan dapat diabaikan. Awalnya, sumur CBM dipenuhi dengan air karena terbebaskan pada saat proses coalifikasi. Air mengisi jaringan cleat yang utama. Untuk memproduksikan gas maka air yang mengisi sebagian besar cleat harus dikeluarkan. Secara teori, produksi air akan mengurangi tekanan hydarulic pada batubara karena pelepasan gas. Proses ini dikenal sebagaidewatering. Waktu proses dewatering dan jumlah air yang terproduksi sangat bervariasi. Akibatnya akan sangat sulit untuk memperkirakan pengaruhnya dalam hal keekonomiannya. Oleh karena itu, lapisan batubara harus dikontrol dengan sifat fisiknya. Sifat fisik utama yang mempengaruhi efisiensi prosesdewatering antara lain permeabilitas, kandungan gas yang diserap, kura permeabilitas relatif dan kurva tekanan kapiler, koefiesien difusi dan desorption isoterm. Diakhir tahap pertama, sumur akan memiliki tekanan alir dasar sumur yang minimum.

Tahap kedua ditandai dengan menurunnya produksi air dan meningkatnya laju produksi gas. Permeabilitas relatif air akan menurun dan permeabilitas relatif gas akan naik. Batas terluar menjadi sangat signifikan dan laju pelepasan gas akan berubah secara dinamis. Batas antara tahap II dan III ditandai dengan dicapainya puncak laju alir gas. Selama tahap III prosesdewatering tetap terjadi tapi jumlahnya sangat sedikit bahkan dapat diabaikan.












Kamis, 12 Juni 2014

Struktur Batuan Sedimen

Genesa Struktur – struktur Batuan Sedimen


A. Massif
Batuan massif bila tidak menunjukan struktur dalam atau ketebalan lebih dari 120 cm.

B. Graded Bedding
Lapisan yang dicirakan oleh perubahan yang granual dari ukuran butir penyusunnya bila bagian
bawah kasar dan keatas semakin halus disebut normal grading.

C. Laminasi
Perlapisan dan struktur sedimen yang mempunyai ketebalan kurang dari 1 cm terbentuk bila pola
pengendapannya dengan energi yang konstan.biasanya terbentuk dari suspensi tanpa energi
mekanis.

D. Cross lamination
1) Cross lamination
Secara umum dipakai untuk lapisan miring dengan ketebalan kuranmg dari 5 cm, dengan fareset
ketebalannya lebih dari 5 cm, merupakan struktur sedimentasi yang tunggal yang terdiri dari urut
– urutan sistematik.
2) Cross bedding
Secara umum bentuk fisik cross lamination, yang membedakan hanyalah ketebalannya, yaitu
lebih dari 5 cm untuk cross bedding.

E. Clastic Imbrication
Adalah suatu struktur sedimentasi yang dicirikan oleh fragmen – fragmen tabular yang
overlapping dan menunjukan arus ke atas pada daerah yang berbatu – batu atau pada daerah yang
miring. Biasanya pada daerah fluvial.

F. Primary current kination
Adalah struktur sdimentasi yang berbentuk garis pada di dalam batuan yang terbentuk oleh arus
utama,sering diterapkan pada batuan sedimen yang biasanya menunjukan pelurusan suatu garis
tunggal dari kumpulan cangkang.

G. Fosil orientation
Adalah struktur sedimen yang menunjukan orientasi tertentu dari kumpulan fosil yang
menunjukan arah arus sedimentasi yang di akibatkan oleh pengenangan yang energi
transportasinya berkurang, sedangkan fosilnya sendiri mempunyai bentuk – bentuk yang dapat berorientasi

H. Load cast
Adalah struktur sedimen yanq terbentuk akibat tubuh sedimen yang mengalami pembebanan
oleh material sedimen lain di atasnya.

I. Flute cast
Adalah struktur sedimen yang berupa celah dan terputus – putus serta berbentuk kantong, dengan
ukuran 2 – 10 cm, struktur ini terbentuk pada batuan dasar akibat pengaruh aliran turbulen dari
air merupakan gerusan dari media transportasi yang membawa material kemudian material –
material tersebut mengisinya yang biasanya berupa pasir.

J. Mud cracks
adalah struktur sedimen yang berupa retakan – retakan pada tubuh sedimen bagian permukaan,
biasanya pada tubuh campur yang berkembang sifat kohesinya. Hal ini akibat perubahan suhu
dan pengerutan.

K. Tool marks
Adalah material – material pasir yang terbawa arus menggerus permukaan lumpur dan
meninggalkan jejak yang menjadi tempat berkumpul material pasir tersebut dan gerakan
merupakan tonjolan lapisan pasir ke bawah.

L. Rain print
Adalah suatu lubang lingkaran atau elips kecil yang terbentuk di atas lumpur yang masih basah
oleh air hujan yang kemudian setelah lumpur itu kering di atasnya terendapkan lapisan batupasir.

M. Flame structure
Adalah structure sedimen yang berupa bentukan dari lumpir yang licin dan memisahkan ke
bawah membesar membentuk load cast dari pasir pada kontak antara lempung dan pasir.
Kenampakan structure ini menyala pada cross section dari shale yang memasuki batupasir akibat
tekanan lateral.

N. Ball, pillow or pseudonodule structure
Adalah suatu bentuk akibat gaya beban dari atas pada shale oleh batupasir dimana shale tersebut
belum dapat benar.

O. Convolute bedding
Adalah struktur deformasi dari suatu lapisan yang membentuk perlapisan meliuk – liuk dengan
ketebalan lapisan 2 – 25 cm.

P. Scours
Adalah struktur sedimen yang terbentuk pada tubuh sedimen di mana terbentuknya lebih awal
yang kemudian tergerus oleh arus berikutnya.

Q. Channels
Struktur sedimen yang mempunyai ciri erosional yang kelok – kelok dan merupakan bagian dari
sistem transportasi yang mempunyai energi penggerusan cukup besar.

R. Dish and pillow structure
Adalah struktur sedimen yang terbentuk oleh bantal dan mangkok yang terbentuk oleh sedimen
pasir yang belum terkonsilidasi telah tertimbun sedimen lain di atasnya sehingga mengalami
penekanan ke bawah.

S. Low relief erosion surface
Adalah struktur sedimen yang terbentuk relief rendah pada permukaan tubuh sedimenakibat
proses erosi.

T. Syndepositional fold and slumps
Adalah suatu bentukan lipatan kecil pada batupasir yang terjadi karena perlapisan batupasir
tersebut belum terkonsilidasi benar.

U. Hard ground mass
Adalah struktur sedimen yang terbentuk akibat dari akumulasi material sedimen yang khas di
dalam tubuh sedimen lain yang relatif lunak.


V. ketidakselarasan.
Idealnya, perlapisan batuan terbentuk terus menerus. Setelah terbentuk lapisan A, lalu B di atasnya, lalu C diatasnya lagi. terus begitu. Kalaupun ada jeda, jeda itu sebentar saja. Tetapi, kadang-kadang terdapat kasus dimana sedimentasi berhenti sama sekali untuk jeda waktu yang lama, sehingga dari kacamata waktu geologi bisa dibilang ada lapisan yang "hilang". Itulah ketidakselarasan.

ada bermacam-macam ketidakselarasan di alam.

1. disconformity
disconformity terjadi ketika sedimentasi terhenti untuk waktu yang saaangat lama, sampai-sampai lapisan batuan yang terakhir terbentuk tergerus oleh erosi. Dengan kata lain, ciri khas ketidakselarasan jenis disconformity adalah ADANYA BIDANG EROSI.

2. nonconformity
nonconformity : adanya lapisan batuan sedimen yang menumpang DI ATAS batuan beku atau metamorf, Proses terbentuknya sebagai berikut: ada sebuah perlapisan batuan sedimen yang mengandung batuan metamorf/intrusi batuan beku. Pada suatu hari, proses sedimentasi berhenti untuk waktu yang lama. Perlapisan batuan sedimen ini pun tererosi sampai-sampai batuan beku/metamorf muncul ke permukaan. Beberapa saat kemudian, proses sedimentasi berjalan lagi. hasil akhirnya adalah batuan beku/metamorf dengan bagian atas tampak tererosi dan ditumpangi suatu lapisan batuan sedimen.


3. paraconformity
paraconformity ini ketidakselarasan yang paling bikin pusing ahli geologi (yang amatiran kayak saya sih). Bayangin aja, kalau disconformity kan gampang ketahuannya, soalnya dia punya bidang erosi yang mencolok mata. Nah si paraconformity ini terjadi ketika sedimentasi terjadi untuk waktu yang luuuama TETAPI lapisan batuan yang terakhir TIDAK mengalami erosi! makanya, kelihatannya perlapisan batuan hasil paraconformity itu normal-normal saja seperti lapisan batuan yang terbentuk secara selaras. Paraconformity baru ketahuan kalau ternyata ditemukan "loncat fosil" antara lapisan batuan sedimen yang saling bersebelahan. Seperti yang sudah kamu baca, Hukum Suksesi Fauna berkata bahwa tiap periode geologi diwakili oleh fosil yang unik, khas pada zaman itu. Nah, kalau perlapisan batuan sedimen terbentuknya selaras, seharusnya fosil-fosil yang dikandungnya pun bergantian dengan mulus dari zaman ke zaman.Tapi kalau ternyata antara dua lapisan batuan sedimen yang bersebelahan eh kok fosil yang dikandungnya loncat zaman, berarti pasti dulu ada jeda sedimentasi yang lama... walaupun tanpa bidang erosi. Yap, paraconformity.

4. angular unconformity angular
unconformity dicirikan oleh adanya beda dip yang sangat tajam antara perlapisan di atas dan perlapisan di bawah. misalnya, dalam suatu tubuh perlapisan batuan sedimen, 3 lapisan terbawah punya dip 0 derajat, alias lapisan itu horizontal. Eh ternyata..4 lapisan di atasnya punya dip 60 derajat! inilah angular unconformity.





Kamis, 05 Juni 2014

One week trip to South Sulawesi

Sulawesi Selatan daerah bagian timur Indonesia ini memilki sejuta misteri untuk diungkapkan oleh banyak peneliti maupun traveller sejati, bentang alam yang terhampar dan tersajikan dengan indah ini dapat membuat seseorang terpana dan terpesona melihatnya. Satu minggu merupakan perjalanan yang saya tempuh bersama teman sekampus saya untuk mencari berbagai macam keunikan daerah sulawesi selatan yang belum terlalu menjadi pusat perhatian baik di media massa maupun elektronik. perlulah pemerintah lebih mengembangkan potensi wilayah ini.

Saya dan teman saya merupakan mahasiswa dari salah satu kampus di Kota Balikpapan, namun keinginan untuk menjelajah pulau sulawesi muncul pada saat kami membaca beberapa referensi buku mengenai pulau Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan. Sehingga dari situlah kami mengambil waktu liburan untuk berangkat menuju Sulawesi Selatan, kami merupakan mahasiswa jurusan geologi tidak heran kami senang mengeksplorasi berbagai tempat yang memiliki objek-objek geologi yang unik seperti Sulawesi Selatan.

Hari pertama, pada hari pertama kami melakukan perjalanan menggunakan motor bebek jepang untuk menuju ke sebuah pantai di pinggiran Kota Makassar yang cukup terkenal yaitu Pantai Tanjung Bayam,
Pantai Tanjung Bayam
keindahan eksotis hamparan luas muka pantai menyambut kami saat tiba di pantai tersebut, dengan kemilau pasir pantai berwarna hitam dan air laut berwarna kecoklatan seperti susu di dukung dengan cuaca yang amat cerah pada saat itu menyegarkan mata kami akibat lelah dalam perjalanan. Di pantai ini tersedia berbagai wahana wisata air seperti : Speedboat, Banana Boat, Motorboat dan Kapal yang siap menemani kita untuk bermain air dengan pengalaman berbeda dari biasanya. Tanpa berlama-lama ditempat tersebut kami tancap gas menuju sebuah daerah di Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Takalar, ditengah perjalanan kami ditemani dengan sajian pemandangan persawahan yang berwarna hijau keemasan terhampar luas menghiasi daerah tersebut tidak lupa pula batu-batu kerikil yang menambah tantangan kami dalam melakukan perjalanan tersebut. Hingga pada akhirnya kami sampai pada sebuah sungai yang indah dengan air jernih tanpa adanya sampah dalam sungai tersebut, keunikan sungai ini ada pada dasar sungai yang biasanya berupa endapan-endapan material pasir di sungai ini yang menjadi dasar sungai berupa batuan beku yang keras dan masif. Tidak berhenti disitu kami menyusuri persawahan untuk mencapai sebuah kaki gunung daerah tersebut untuk melihat batuan apa yang menyusun pegunungan di Takalar.
Takalar - Sulawesi Selatan

Hari kedua, perjalanan kali ini kami memiliki tujuan ketempat terkenal di Sulawesi Selatan yaitu deretan pegunungan karst (batu kapur) yang terbentuk akibat adanya proses tektonik jutaan tahun yang lalu,
Pegunungan karst Sulsel
menyebabkan area yang dahulunya merupakan laut ini berubah menjadi pegunungan yang menjulang tinggi di tanah Sulawesi yang menjadi pemandangan dan sumber mata pencaharian tersendiri bagi masyarakat sekitar. Kami menuju tempat yang bernama Bantimurung, banyak referensi buku maupun media massa mempublikasikan tempat ini karena keindahan tempat ini sangatlah layak diacungi ratusan jempol, hamparan batu gamping menghiasi perjalanan kami menuju Bantimurung, diiringi desiran angin yang menyejukkan keringat kami serta kembali dipertemukanya kami dengan hamparan persawahan yang menyejukkan mata, alangkah indahnya alamku ini.
Taman Nasional Bantimurung

Sesampainya kami di Bantimurung, kami membayar tiket masuk dengan hrga terjangkau, pemandangan air terjun terpampang jelas di depan mata kami derasnya air dengan hawa udara yang sejuk menyelimuti tubuh kami yang lelah dalam perjalanan menuju tempat ini.
Air terjun Bantimurung

Lelah yang kami dapatkan terbayar melihat pemandangan duniawi ini. Di sana kami menyusuri tebing-tebing menuju gua yang bernama “Gua Batu”, karena gelapnya tempat tersebut kami harus memakai senter agar bisa melihat stalagtit dan stalagmit gua yang terbentuk akibat adanya kucuran air tanah dari mata air dalam batu gamping tersebut. Setelah puas melihat stalagtit dan stalagmit itu kami menuju musium kupu-kupu yang memiliki berbagai jenis kupu-kupu dari belahan nusantara Indonesia Tempat ini mnyediakan berbagai wahana seperti : Flying fox, Arum jeram Mini, serta berbagai makanan yang disediakan beberapa pedagang disekitar tempat wisata tersebut.

Hari ketiga, dalam perjalanan ini kami menuju sebuah tempat prasejarah yang konon katanya tempat tersebut pernah ditempati oleh manusia gua sekitar 5000 tahun yang lalu, tidak jauh dari taman wisata Bantimurung tempat ini memiliki pemandangan indahnya sendiri yaitu batu-batu gamping yang mengalami proses pelapukan membentuk semacam candi-candi alami seakan-akan disusun dengan sengaja oleh manusia yang pada kenyataannya itu merupakan proses alam yang sangat menakjubkan dari batuan yang menjulang tinggi menjadi bongkahan-bongkahan batu yang sangat indah.

Salah satu mulut gua Leang-leang
Arsitektur alami ini patut kita jaga keberadaannya jangan sampai rusak oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.Sesampainya di tempat tersebut kami dipandu oleh Guide yang mengetahui banyak hal tentang tempat tersebut dengan membayar tiket masuk yang sangat terjangkau untuk mahasiswa maupun umum. Guide tersebut menunjukkan kami jalan menuju sebuah Gua yang dahulu merupakan tempat tinggal manusia gua puluhan abad lalu, bukti yang menguatkan adanya cetakan tangan pada bibir gua serta beberapa ambar hewan-hewan yang pernah menjadi buruan manusia gua tersebut. Perjalanan kami diiringi dengan banyaknya hewan “kaki seribu” yang memiliki ukuran lebih besar daripada biasanya serta berwarna hitam.
Ulat ukuran Jumbo

Tempat ini lumayan tertata rapi dan bersih membuat orang betah untuk menikmati tempat prasejarah ini.

Hari keempat, kami melakukan perjalanan ke arah utara dari Sulaesi Selatan melewati jalan poros makassar-maros. Beberapa referensi buku serta artikel juga menuntun kami pada sebuah tempat yang cukup menakjubkan, masih membahas tentang pegunungan karst Sulsel, tempat ini dijuluki sebagai “Hutan Batu”. Bentangan persawahan masih menemani kami dalam perjalanan yang tidak bosan memberikan kesejukan mata bagi kelelahan kami, cukup sulit untu menemukan tempat ini karena informasi yang kami dapatkan hanya sedikit. Setelah beberapa jam bertanya pada banyak narasumber akhirnya sampailah kami di dusun Ramang-ramang Kabupaten Maros ini,
Dusun Ramang-ramang - Sulawesi Selatan

terletak di pemukiman warga desa setempat dengan dikelilingi areal persawahan yang terlindungi dinding pegunungan karst yang sangat eksotis. Untuk melihat hutan batu tersebut kita harus menyewa kapal milik warga sekitar yang sengaja disewakan untuk para pendatang yang ingin melakukan perjalanan sungai di tengah hutan batu tersebut. Kamipun naik menggunakan perahu milik warga dan mengelilingi sungai yang tertutupi rangkaian batu karst yang telah mengalami pelapukan dengan bentuk-bentuk cukup unik menyerupai benda-benda tertentu seperti bentuk kapal ataupun candi. Ditengah perjalanan menyusuri sungai, kapal sewaan kami berjalan perlahan sembari menikmati pemandangan sebuah arsitek batuan mirip seperti sebuah ruangan yang dipahat oleh para ahli senima dunia karena sungai yang kami lewati ini merupakan sungai yang memotong sebuah batu besar akibat proses erosi selama ribuan tahun. Sejenak saya teringat pemandangan ini mirip di luar negeri entah dimana tempatnya. Di tengah perjalanan kami juga berhenti di tanah persawahan untuk naik diatas batu karst yang memiliki lubang-lubang dan apabila dipukul akan menghasilkan suara yang indah dan merdu dengan irama tertentu hal ini sangat menakjubkan.
Hamparan sawah - Dusun Ramang-ramang

Setelah berada di puncak mata saya tertegun melihat keindahan alam pegunungan karst yang mempesona dan sangat indah ini, harapan saya agar tempat yang luar biasa ini dapat terjaga kelestariannya untuk dinikmati oleh anak cucu kita nantinya

Hari kelima, perjalanan kali ini kami lanjutkan ke arah utara dari Sulawesi Selatan, referensi dari tempat ini cukup kurang sehingga kami hanya iseng mengunjungi daerah ini untuk melihat potensi wisata apa yang dapat dikembangkan oleh daerah ini.
Barru - Sulawesi Selatan

Daerah ini dekat dengan laut dan pantai mungkin hanya beberapa kilometer saja tidak seperti tempat sebelumnya yang dikelilingi bukit dan tebing yang tinggi, dengan menggunakan motor bebek kami menyusuri perjalanan yang sangat mengasyikkan ini, pemandangan sawah dan ladang perkebunan warga tak luput dari pandangan kami serta deretan pegunungan terlihat menghiasi roman permukaan bumi wilayah ini. Setelah perjalanan melelahkan sampailah kita di Kabupaten Barru yang memiliki wilayah cukup luas dengan penduduk yang belum terlalu padat hingga sekarang, ada hal unik yang saya temukan di daerah ini yaitu ada banyak budidaya ikan ditengah persawahan ini dengan menggunakan sebuah kincir air entah untuk apa kincir tersebut mungkin distribusi makanan atau mungkin saja untuk irigasi persawahan saja.

Hari keenam, kali ini kami menuju sedikit ke sebelah timur sulawesi selatan, merupakan tempat yang terkenal dengan kesejukannya serta pemandangan deretan pegunungan yang membentang di sepanjang perjalanan. Di sepanjang jalan kami bertemu dengan banyak truk-truk penambang batu sungai yang ternyata di ambil di sebuah hulu dari sebuah waduk raksasa yang sangat menakjubkan bernama waduk bili-bili, persawahan mengiringi perjalanan mengasyikkan kami. Sekitar 3 jam kami menempuh perjalanan dari Kota Makassar tibalah kami di sebuah daerah bernama Malino terletak di kabupaten Maros, dalam perjalanan hawa dingin sudah menyelimuti tempat indah ini, kami singgah di objek wisata pohon pinus yang memiliki bentangan deretan pepohonan pinus yang tinggi dan menakjubkan, tidak lupa kami mengabadikan tempat ini dalam sebuah foto digital.
Malino -  Sulawesi Selatan

Hari ketujuh, Hari terakhr kami di Sulawesi selatan kami habiskan dengan berwisata kuliner di kota Makassar yang memiliki banyak koleksi kuliner nusantara. Suasana malam hari sangat indah diiringi lampu jalanan menghias perjalanan kami, kami mengunjungi pusat kota Makassar yaitu Anjungan Pantai Losari yang sudah sangat terkenal di nusantara. Santapan pertama kami adalah pisang Epe’, makanan ini terbuat dari pisang yang di bakar hingga beberapa menit lalu di gepengkan menggunakan sebuah alat dan setelah itu disiram menggunakan saus manis berbagai pilihan rasa ada durian, coklat, susu, dan gula merah. Setelah menghabiskan pisang epe’ tersebut kami berkunjung ke tempat rumah makan coto makassar yang terkenal akan kelezatannya, setelah sampai kami langsung memesan coto makassar tersebut dan hasilnya sangat sesuai dengan rumor yang beredar mengenai kelezatannya.Sebagai penutup kami pergi mencari Es Pisang Ijo yang banyak dikenal oleh masyarakat sulawesi selatan, makanan ini merupakan pisang matang yang diselimuti sebuah adonan berwarna hijau dan ditambahkan bubur sumsum serta disiram dengan air sirup gula merah. Dan itulah makanan penutup kami di hari terakhir di Sulawesi Selatan, lalu kami beristirahat untuk perjalanan pulang menuju balikpapan kesokan harinya
Anjungan Pantai Losari - Sulawesi Selatan

Singkat cerita begitulah petualangan saya bersama teman sekampus saya dalam menyusuri sulawesi selatan dan mencari berbagai keunikan dari tempat tersebut dalam perspektif berbeda dari kebanyakan orang. Semoga bermanfaat bagi semua pihak

TERIMA KASIH

Sabtu, 24 Mei 2014

Tanah Longsor

Pengertian tanah longsor sebagai respon dari pada yang merupakan factor utama dalam proses geomorfologi akan terjadi di mana saja di atas permukaan bumi, terutama permukaan relief pegunungan yang berlereng terjal, maupun permukaan lereng bawah laut. Tanah longsor didefinisikan sebagai tanah longsor batuan atau tanah di atas lereng permukan kearah bawah lereng bumi disebabkan oleh gravitasi/gaya berat (Nelson, S, A., 2004). 

Didaerah yang beriklim tropis termasuk Indonesia, air hujan yang jatuh keatas permukaan tanah memicu gerakan material yang ada diatas permukaan lereng. Material berupa tanah atau campuran tanah dan rombakan batuan akan bergerak kearah bawah lereng dengan cara air meresap kedalam celah pori batuan atau tanah, sehingga menambah beban material permukaan lereng dan menekan material tanah dan bongkah-bongkah perombakan batuan, selanjutnya memicu lepas dan bergeraknya material bersama-sama dengan air (Karnawaty, D., 2005).

-Klasifikasi Tanah Longsor 

Tanah longsor yang disesuakan dengan dasar klasifikasi yang dipergunakan masing-masing ahli, berikut ini dijelaskan nama-nama klas gerakan tanah yang umum dipakai (Ritter, 1986):

Tanah Longsor tipe jatuhan(‘falls’) 

Tanah longsor tipe ini, material batuan atau tanah atau campuran keua-duanya bergerak dengan cara jatuh bebas karena gaya beratnya sendiri. Proses tanah longsor semacam ini umumnya terjadi pada lereng terjal , bisa dalam bentuk bongkah individual batuan berukuran besar atau dalam bentuk guguran fragmen bongkah bercampur dengan bongkah-bongkah yang berukuran lebih kecil.

Tanah Longsor tipe robohan (‘Toples’) 

Gerakan massa tipe robohan hampir serupa dengan tanah longsor tipe falls, pada tipe topples ini gerkannya dimulai dengan bagian paling atas dari bongkah lepas dari batuan dari batuan induknya karena adanya cela retakan pemisah, bongkah terdorong kedepan hingga tidak dapat menahan bebannya sendiri.

Tanah longsor tipe gelincir(‘slides’) 

Tanah longsor tipe gelincir adalah tanah longsor bantaun atau tanah atau campuran keduanya yang bergerak melalui bidang gelincir tertentu yang bertindak sebagai bidang diskontinuitas, berupa bidang perlapisan batuan atau bidang sesar /patahan, bidang kekar, bidang batas pelapukan. Jika bidang-bidang diskontinuitas tersebut sejajar dengan bidang perlapisan, maka semakin besar peluang terjadinya tanah longsor.

Tanah Longsor Tipe Aliran (‘Flows’) 

Tanah longsor tipe aliran adalah tanah longsor tanah atau tanah bercampur dengan bongkah-bongkah batuan bergerak pada saluran tertentu yang disebabkan massa tanah yang kehilangan daya rekatnya karena penjenuhan oleh air meresap kedalam tanah sangat banyak karena intensitas hujan yang sangat tinggi dan lama atau pencairan gletser didaerah yang beriklim dingin.

Tanah Longsor Tipe Rayapan 


Gerakan tipe tanah rayapan (‘creep’) adalah tanah longsor yang bergerak sangat lambat, gerakanya tidak spontan (tidak mendadak), gerakan ini hanya dikatahui dari retakan pada agungan permanen, tiang listrik pohon-pohon miring condong kearah bawah lereng.



Longsoran tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari :

  • Aliran lumpur (Mudflow) : perpindahan dari material lempung dan lanau yang jenuh air pada teras yang berlereng landai.
  • Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari material debris batuan yang jenuh air.
  • Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche): suatu aliran yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal.
Longsoran tanah tipe luncuran (landslides) terdiri dari :
  • Nendatan (Slump): luncuran kebawah dari satu atau beberapa bagian debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.
  • Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide): luncuran yang sangat cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurnya.
  • Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall): adalah luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi.
  • Luncuran masa batuan (Rock slide): luncuran dari masa batuan melalui bidang perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar.
  • Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): adalah luncuran jatuh bebas dari blok batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal.
  • Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh pemadatan dan isostasi/gravitasi.


-Faktor-faktor Penyebab dan Pemicu Tanah Longsor 
Selain dari pada factor gaya gravitasi sendiri, tanah longsor material batuan atau tanah yang terletak di atas lereng dipengaruhi oleh factor antara lain :

1. Kemiringan lereng; semakin besar sudut lereng semakin besar pula daya dorong disebabkan meningkatnya tegangan geser (shearing stress) berbanding terbalik dengan tegangan normal (normal strength) berupa kekuatan penahan.

2. Litologi ; tergantung mudah/tidaknya batuan mengalami pelapukan, besar/kecilnya porositas atau permeability, semakin mudah batuan melapuk semakin mengurangi kohesi dan kekuatan batuan penyusun kondisi stratigrafi batuan, terutama jika lapisan batuan keras berselang seling dengan lapisan batuan lunak, maka batuan yang lunak dapat menjadi factor penyebab tanah longsor.

3. Struktur geologi dan batuan; Zona sesar merupakan zona batuan yang mengalami penghancuran disebabkan pergeseran bolak-blok batuan pada bidang patahan, pada sona sesar tersebut daya tahan menjadi lemah, sehingga lebih mudah mengalami proses pelapukan, erosi dan tanah longsor. Bidang permukaan sesar, lapisan batuan, kekar, retakan, zona bidang batas soil dan batuan dasar, kontak batuan merupakan biadang diskontinuitas, dapat menjadi bidang gelincir apaila arah kemiringanya searah dengan kemiringan lereng.

4. Kandungan air pori; tinggi rendahnya permukaan air tanah (water table), terhadap bidang diskontinuitas dan permukaan lereng juga merupakan salah satu factor pendorong terjadinya gesekan massa.

Beberapa macam kondisi yang dapat memicu terjadinya proses tanah longsor, antara lain:

1. Infiltrasi air kedalam lereng

Di Negara-negara yang beriklim tropis dengan intensitas hujan tinggi pada musim hujan, dan pada daerah yang memiliki batuan yang mudah menyerap dan meloloskan air kedalam batuan atau tanah menyebabkan pula daya dorong air terhadap material permukaan lereng, yang bias menjadi pemicu terjadinya tanah longsor berskala besar.

2. Pembebanan lereng

Di daerah-daerah padat penduduk, lahan yang berada diatas lereng menjadi target untuk dijadikan tempat tinggal, menyebabkan perubahan maksimal aliran run off dan aliran air bawah tanah, dan menambah berat beban permukaan lereng, juga dapat memicu terjadinya tanah longsor.

1. Perubahan fisik lereng

Penggalian untuk pembuatan dan pelebaran jalan, penggalian bahan bangunan, penggundulan, pemabakaran hutan, getaran mesin industry dan mesin angkutan, akan merubah struktur batuan dan tanah, hal ini juga dapat menjadi pemicu terjadinya tanah longsor.


2. Getaran gempa bumi, letusan gunung api, banjir, longsoran glister, tsunami juga dapat menjadi factor pemicu terjadinya tanah longsor . tetapi paktor utama terjadinya tanah longsor adalah gaya berat.

Resiko Longsor

Pada kondisi lereng yang stabil massa lapisan tanah atas mampu ditahan oleh kohesi antar partikel tanah topsoil, adhesi lapisan topsoil dan bedrock. Jika terdapat vegetasi pada lapisan tanah atas, akar-akar vegetasi yang ada juga mampu menahan gayagravitasional oleh massa tanah akibat terdapat slope atau kemiringan.

Sementara itu, pada lereng yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, stabilitas dapat diperoleh dengan membangun turap, lining, retaining wall, dan sebagainya. Namun tanpa sadar seringkali manusia melakukan kesalahan dengan merubah kondisi asal lereng, dengan menambah massa pada lapisan topsoil, seperti mendirikan bangunan-bangunan maupun merubah vegetasi asli. Atau dengan kata lain, merubah fungsi lahan tanpa melakukan treatment yang dapat mengantisipasi perubahan kondisi lereng tersebut, sehingga menjadi tidak stabil.

Lapisan topsoil atau seringkali disebut sebagai disturbed soil merupakan tanah campuran yang terdiri dari endapan, bahan organic ataupun hasil pelapukan lapisan dibawahnya, sehingga kondisinya heterogen. Vegetasi yang tumbuh di atas lapisan tanah ini, juga membuat pori-pori tanah menjadi besar. Tanah permukaan biasanya ditemui dalam kondisi loose atau berbutir tanpa ikatan antar butir tanah yang kuat. Sehingga, pada saat terjadi hujan dengan durasi pendek, tanah dengan pori-pori besar mampu menyerap air dengan sangat baik. Namun, jika hujan terjadi dengan intensitas yang tinggi dangan durasi yang lama, maka tanah menjadi jenuh air, sehingga kohesi antar butir tanah menjadi semakin kecil.


Selain itu, nilai kohesi tanah juga turun dan tanah yang telah jenuh dengan air tidak mampu lagi menyerap air hujan. Sehingga, air hujan akan berubah menjadi limpasan atau aliran permukaan. Pada lereng yang curam, air yang melimpas tersebut memiliki gaya yang cukup untuk mengangkut butir-butir tanah atau sering disebut erosi. Ditambah lagi, apabila lapisan tanah ini terletak pada lapisan batuan yang sejajar dengan bidang gelincir, maka kemungkinan terjadi longsor menjadi semakin besar.

Jenis tanah juga memiliki pengaruh besar, karena tiap jenis tanah memiliki sudut gelincir yang berbeda. Sudut gelincir ini menentukan besarnya sudut maksimum yang mampu dibuat oleh suatu jenis tanah yang masih dapat dikatakan stabil. Selain itu, faktor penggunaan lahan juga memiliki peran terkait dengan stabilitas lereng. Makin cepat laju perubahana fungsi lahan dan pembukaan hutan, resiko longsor yang ditimbulkan semakin besar.

Kamis, 15 Mei 2014

Geological Relationship (Hubungan-hubungan geologi)

Yang dimaksud dengan hubungan geologi adalah posisi/ letak antar tubuh-tubuh batuan yang berlainan satu terhadap yang lain, terutama dalam hal hubungan umur dan urut-urutan kejadian, sehingga suatu sejarah geologi dapat disusun.

Memahami hubungan geologi ini sangat penting dalam mempelajari keadaan geologi suatu daerah, terutama dalam hal memproyeksikan mengenai kemungkinan adanya endapan-endapan yang berharga dalam suatu daerah ataupun untuk kepentingan teknik sipil. Hubungan ini didapatkan terutama pada penyelidikan-penyelidikan lapangan yang dinyatakan dalam bentuk peta geologi, penampang ataupun kolom stratigrafi.

Beberapa Prinsip dalam Stratigrafi yang perlu Diketahui.

Ø Prinsip Superposisi (Steno).

Dalam keadaan normal suatu lapisan sedimen yang berada di atas lapisan sedimen lainnya selalu berumur lebih muda dari pada lapisan sedimen di bawahnya.

Dalam suatu uruan perlapisan, lapisan yang lebih muda adalah lapisan yang berada diatas lapisan yang lebih tua. “pada waktu suatu lapisan terbentuk (saat terjadinya pengendapan), semua massa yang berada diatasnya adalah fluida, maka pada saat suatu lapisan yang lebih dulu terbentuk, tidak ada keterdapatan lapisan diatasnya.” Steno, 1669

Note : pada prinsipnya lapisan-lapisan sedimen diendapkan secara horisontal (walaupun ada kekecualian karena kemiringan asal). Kelainan dari kedudukan horisontal ini disebabkan karena pengaruh tektonik, seperti perlipatan dan pemiringan.


Ø Prinsip Perlapisan dan Kesamaan Waktu.

Suatu bidang perlapisan diendapkan pada waktu yang bersamaan dan merupakan permukaan isochron.

a. Korelasi.

Garis yang menghubungkan kesamaan/keterusan lapisan dari dua atau lebih tempat-tempat yang berlainan.

b. Perubahan Fasies. Sepanjang perlapisan/lapisan litologi dapat berubah, yang disebut perubahan fasies, yang disebabkan perbedaan lingkungan pengendapan pada tempat-tempat yang berlainan. Namun litologi yang berbeda ini tetap diendapkan pada waktu yang bersamaan.
KORELASI
Menghubungan bidang perlapisan atau bidang kesamaan waktu ,
meneruskan lapisan dari satu tempat ke tempat lain.

BIDANG PERLAPISAN
Bidang kesamaan waktu, perubahan waktu,
perubahan litologi sepanjang bidang perlapisan.

Ø Keselarasan (Conformity). 

Dua atau lebih urut-urutan lapisan dikatakan selaras jika urut-urutan tersebut merupakan hasil pengendapan yang menerus tanpa adanya keberhentian dalam sedimentasi.

Ø Ketidakselaran (Unconformity). Jika dalam suatu urut-urutan lapisan batuan terdapat suatu umur yang hilang.

Beberapa jenis ketidakselaran :

A. Ketidakselaran menyudut (angular unconformity)

Jika sekelompok lapisan yang berada dibawah membuat suatu sudut dengan perlapisan yang ada diatasnya . Keadaan tersebut mempunyai arti bahwa lapisan-lapisan yang dibawahnya mengalami perlipatan/pemiringan, pengangkatan serta pengerosian, sebelum lapisan yang diatasnya diendapkan. Bidang ketidakselaran disini mewakili waktu lama yang hilang.

B. Ketidak selaran sejajar (disconformity)

Lapisan diatas dan dibawah terletak sejajar satu dengan yang lain, tetapi jelas terdapat suatu bidang erosi . Keadaan tersebut artinya lapisan-lapisan dibawah ketidakselarasan hanya mengalami pengangkatan di ats alas erosi tampa perlipatan.

Jalannya erosi ini dapat berlangsung beberapa tahun sampai ratusan juta tahun sehingga arti dari ketidakselarasan sejajar tergantung dari umur lapisan di atas dan di bawah bidangnya.

C. Nonconformity

Merupakan bidang erosi/ pemisahan antara batuan sedimen yang diatasnya dengan batuan kristalin ( beku atau metamorf). Implikasi dari unconformity adalah mengenai waktu yang hilang ( gambar 5.6)

Cara terjadinya : batuan beku mengintrusi pada batuan lainnya (sedimen), kemudian seluruhnya mengalami pengangkatan dan pengerosian yang cukup dalam/ lama, sehingga batuan diatasnya hilang kemudian baru diendapkan batuan sedimen yang baru.

KETIDAK-SELARASAN

Ø Kontak Intrusi dan Hubungan Umur. 

Suatu intrusi, apakpah intrusi dangkal antau pluton, selalu lebih muda umurnya daripada batuan yang diintrusinya.

Kriteria Kontak Intrusi.

a. Zona pendinginan dalam batuan beku (chilled zone) .

b. Zona pembakaran dalam batuan yang diintrusi (baking effect)

c. Zona metamorfosa kontak dalam batuan yang diintrusi.

Tubuh Inrusi dapat bersifat :

a. Konkordan.

Bentuk tubuh sejajar dengan lapisan yang diatasnya/dibawahnya.

contoh ; sill, lacolith.

b. Diskordan.

Bentuk tubuh memotong perlapisan batuan yang diintrusinya.

contoh ; korok.(dyke), stock, pluton.

Ø Kontak Struktur.

Suatu tubuh atau lapisan batuan dapat bersentuhan dengan sekelompok batuan lain disebabkan persentuhan kartena struktur, terutama diakibatkan oleh patahan (sesar), maka kedua lapisan yang bersentuhan itu tak ada hubungan umur. Suatu patahan/perlipatan dapat ditentukan umurnya jika terpancung oleh ketidakselaran. Patahan dapat berhenti pada bidang kaetidakselaran, yang berarti umur patahan sebelum ketidakselarasan. Pada prinsipnya tidak mungkin lapisan-lapisan di atas bidang ketidakselaran terpatahkan/terlipat sedangkan kelompok batuan dibawahnya tidak ikut terlipat/terpatahkan.


STRUKTUR GEOLOGI

Struktur geologi adalah gambaran bentuk dan hubungan dari keadaan batuan di kerak bumi. Berdasarkan kejadiannya dapat dibedakan adanya struktur primer dan struktur sekunder. Struktur primer terbentuk pada saat pembentukan batuan berlangsung (struktur sedimen, kekar akibat pendinginan, dan struktur perlapisan ), sedangkan struktur sekunder terbentuk akibat pengaruh deformasi batuan oleh gaya tektonik yang bekerja pada batuan tersebut. Struktur geologi yang penting untuk diketahui adalah lipatan (fold), kekar (joint), dan sesar (fault).

Lipatan. 

Lipatan adalah perubahan bentuk dan volume pada batuan yang ditunjukan oleh pelengkungan atau melipatnya batuan tersebut akibat pengaruh suatu gaya yang bekerja pada batuan tersebut. Ukuran lipatan mulai dari beberapa centimeter sampai mencapai puluhan kilometer. Gejala lipatan dapat dilihat langsung di lapangan atau disimpulkan dari beberapa data; umumnya singkapan batuan yang terlihat di lapangan hanya merupakan bagian kecil dari suatu lipatan yang jauh lebih besar. Pada umumnya cerminan pelengkungan ditunjukkan pada perlapisan batuan sedimen atau foliasi batuan metamorf. Pada bentuk lipatan dikenal bagian-bagian yang terdiri dari :




UNSUR GEOMETRI LIPATAN
1. Plunge, sudut yang terbentuk oleh poros dengan horizontal pada bidang vertikal.
2. Core, bagian dari suatu lipatan yang letaknya disekitar sumbu lipatan.
3. Crest, daerah tertinggi dari suatu lipatan biasanya selalu dijumpai pada antiklin
4. Limb (sayap), bagian dari lipatan yang terletak Downdip (sayap yang dimulai dari lengkungan maksimum antiklin sampai hinge sinklin), atau Updip (sayap yang dimulai dari lengkungan maksimum sinklin sampai hinge antiklin). Sayap lipatan dapat berupa bidang datar (planar), melengkung (curve), atau bergelombang (wave).
5. Fore Limb, sayap yang curam pada lipatan yang simetri.
6. Back Limb, sayap yang landai.
7. Hinge Point, titik yang merupakan kelengkungan maksimum pada suatu perlipatan.
8. Hinge Line, garis yang menghubungkan Hinge Point pada suatu perlapisan yang sama.
9. Hinge Zone, daerah sekitar Hinge Point.
10. Inflection point, merupakan titik balik dari suatu lengkungan pada sayap lipatan atau pertengahan antara dua perlengkungan maksimum
13. Trough, daerah terendah pada suatu lipatan, selalu dijumpai pada sinklin.
14. Axial Line, garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari lengkungan maksimum pada tiap permukaan lapisan dari suatu struktur lapisan.
15. Axial Plane, bidang sumbu lipatan yang membagi sudut sama besar antara sayap-sayap lipatannya.
16. Half - Wavelength, jarak antara dua titik inflection (inflection points).
Secara umum bentuk lipatan yang terpenting adalah :

1). Antiklin.

Suatu lipatan yang kedua sayapnya berarah kemiringan saling berlawanan.

2). Sinklin.

Suatu lipatan yang kedua sayapnya berarah kemiringan menuju ke arah yang sama.

 Berdasarkan posisi bidang sumbunya lipatan dapat dibedakan menjadi lipatan tegak, lipatan miring dan lipatan rebah. Secara diskriptif berdasarkan bidang sumber dan sayapnya, lipatan dapat disebut lipatan simetri (kedua sudutnya sama besar) dan lipatan asimetri (kedua sudutnya tidak sama besar).

Kekar.

Kekar adalah penamaan untuk struktur rekahan dalam batuan dimana tidaka ada atau sedikit sekali mengalami pergeseran. Rekahan yang telah bergeser disebut sesar. Hampir tidak ada suatu singkapan dimuka bumi yang tidak memperlihatkan gejala rekahan, dan merupakan gejala yang paling umum dijumpai. Dua macam pembentukkan rekahan dapat dibedakan, yakni rekahan tektonik yang berhubungan dengan gaya yang bekerja pada batuan itu sendiri dan rekahan non-tektonik. Kekar dalam batuan sedimen dapat dibentuk mulai dari saat pengendapan atau segera terbentuk setelah pengendapannya sedimen tersebut terbentuk.


  Kekar pada batuan sedimen terlipat berupa rekahkan tektonik. Umumnya terdapat dua perangkat kekar yang saling berpotongan tegak lurus, sedangkan bidang kekarnya lurus pada bidang perlapisan. Arah kekar pada bidang perlipatan umumnya sejajar dengan jurus perlapisan dan yang lainnya sejajar daengan arah kemiringan lapisan. Konsentrasi kekar terbanyak terdapat di bagian puncak lipatan, karena bagian ini paling banyak mengalami gaya selama terlipat (gambar 4.2). Kekar pada batuan sedimen umumnya berhenti pada satu kesatuan lapisan batuan, tetapi adapula yang menerus yang disebut kekar utama (master joint). Dalam batuan beku, kekar terbentuk karena terjadinya proses pendinginan magma. Pada aliran lava sering terbentuk kekar tiang (columnar joint) yang tegak lurus dengan arah pembekuan. Pada batuan intrusi kekar terdapat di bagian pinggirnya akibat pendinginan yang tidak merata. Pada bagian permukaan tubuh batuan beku sering terdapat kekar lembaran (sheet joint) yang terjadi akibat pembebanan. Kekar dekat pada sesar, umumnya terdapat disekitar jalur sesar ; arahnya sejajar dengan jalur sesar atau mungkin memotong sesar dengan sudut kecil atau tegak lurus sesar.

Sesar.

Sesar adalah satuan rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan, dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan. Ukuran sesar dapat berkisar beberapa centimeter sampai mencapai ratusan kilometer. Jurus dan kemiringan sesar diujur sama seperti pengukuran pada perlapisan batuan sedimen.

Seringkali terdapatnya suatu sesar yang dicerminkan oleh bentuk morfologi setempat sebagai gawir yang merupakan bidang atau sisa dari suatu bidang rekahan. Gawir tersebut dinamakan gawir sesar sedangkan budang rekahannya disebut bidang sesar. Bagian bongkah patahan yang terdapat dibagian atas bidang sesar disebut atap sesar (hanging wall), sedangkan yang berada di bawah bidang sesar dinamakan alas sesar (foot wall). Secara umum sesar pat dibedakan menjadi 3 jenis :



a. Sesar normal / turun

Sesar dimana gerak relatif bongkah atap sesar turun terhadap alas sesar.

b. Sesar naik

Gerak relatif bongkah atap sesar naik terhadap alas sesar.

c. Sesar mendatar

Gerak relatif mendatar pada bagian-bagian yang tersesarkan.

Walaupun beberapa sesar hanya tunggal, tetapi dalam beberapa keadaan dapat merupakan kelompok sesar yang disebut sebagai jalur sesar dan berjarak ratusan atau ribuan kilometer panjangnya.

Lanslide dan Penurunan Permukaan

Landslide(Longsor) atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu.Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang memengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh:

  • erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai-sungai atau gelombang laut yang menggerus kaki lereng-lereng bertambah curam
  • lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan hujan lebat
  • gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang lemah pada massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng tersebut
  • gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-debu
  • getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju 
Penurunan Tanah atau Amblesan tanah merupakan proses penurunan muka tanah yg terjadi secara alamiah karena konsolidasi pada lapisan tanah dangkal dan lapisan tanah lunak maupun karena penurunan tekanan air tanah pada sistem aquifer di bawahnya akibat pengaruh kegiatan manusia di atas permukaan tanah dan pengambilan air tanah. 

Penyebab

1. Tambang batubara, terutama metoda penggalian keseluruhan (total extraction) contohnya metoda longwall atau block caving. Tetapi kadang-kadang pada sistemroom and pillar pada kedalaman yang dangkal memungkinkan terjadinya amblesan dan geometri dari amblesan mencerminkan pola pola support yang ada. Adanya spontaneous combustion pada lapisan batubara juga bisa menyebabkan timbulnya amblesan. Amblesan sebagai akibat penambangan biasanya hanya terjadi pada skala kecil (lokal) yaitu di daerah bekas tambang yang bersangkutan saja. Meskipun demikian faktor geologi tetap mempunyai peranan yang penting.

2. Penambangan untuk endapan berlapis (stratiform), contohnya garam, bijih besi, gipsum dll.

3. Pemompaan air tanah, uap geothermal dan minyak bumi yang berlebihan, akan menaikkan efektifitas tekanan dan mengakibatkan kompaksi dan amblesan tanah.

4. Penambangan pada badan bijih yang mempunyai kemiringan yang sangat tajam dan berbentuk pipa

5. Pengeringan pada endapan gambut atau lignite.

6. Akibat tektonik, biasanya peristiwa ini terjadi akibat turunnya bagian bawah dari patahan atau sinklin. Umumnya terjadi sangat lambat walaupun pernah terjadi amblesan sedalam 2 m dalam waktu yang singkat.

7. Beban dari luar.

8. Pelarutan batuan di bawah tanah. Amblesan ini umumnya terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batu gamping, dolomite dan gipsum. Pelarutan ini merupakan proses alamiah, tetapi akibat perubahan hidrologi kemungkinan proses pelarutan akan dipercepat sehingga menyebabkan amblesan.

Proses kejadiannya

  Fenomena tanah ambles biasanya terjadi tiba-tiba, walaupun hanya dikenal di tempat-tempat tertentu yang rawan ambles, fenomena ini telah terjadi di seluruh dunia. Awalnya ditandai dengan bocornya pipa-pipa ledeng yang berkarat, itu menandakan tanah berpijak kita sedang amblespertahan, dan suatu hari nanti wuuusss...! Bangunan-bangunan diatasnya akan tersedot kedalamnya dan jalan-jalan akan hancur. Tapi ada juga yang amblesnya bersifat alami bukan karena campur tangan manusia dan hasilnya sangat indah dan menakjubkan

Dampak/akibat

1. Retakan pada dinding batu yang disebabkan oleh tekanan dan tarikan.

2. Mengubah bentuk bingkai pintu dan jendela, dan badan jalan.

3. Bangunan-bangunan tinggi menjadi tidak seimbang atau miring, misalnya chimney, tower transmisi.

4. Masuknya air ke area penambangan.

5. Banjir pada daerah rendah atau menjadi rawa.

6. Kerusakan pada jaringan pipa atau terjadinya aliran balik di dalam pipa.

7. Retakan terbuka sampai ke permukaan tanah akan mengakibatkan rusaknya konstruksi di atasnya.

8. Perubahan pola aliran permukaan dan air tanah.

Upaya/usaha penanggulangan

· Pengawasan yang melekat mengenai amblesan tanah

· Perlunya tenaga teknik spesifik yang berkompeten dalam bidang amblesan tanah,

· Pemanfaatan sediment sungai untuk mendapatkan nilai ekonomisnya (pengurugan dsb)

· Tata ruang kita belum mengakomodasi Potensi Sumberdaya Air menyeluruh.

· Pengelolaan pesisir yang terkoordinasi baik antar instansi satu kabupaten maupun antar kabupaten dengan memperhatikan factor hidrologi dan geologi.

· Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia dalam bidang kebencanaan.